Realitas Hidup Nyata yang Tak Pernah Usai
Yogyakarta, “Pelacur dan Sang Presiden” begitulah judul sebuah teater yang dipentaskan oleh sejumlah mahasiwa dan mahasiswi FBS UNY yang digelar di Gedung C.14 Laboraturium Karawitan pada 28 Desember 2010 kemarin.
Pementasan teater ini dibawakan oleh teater Adimueka (yang dalam bahasa Jawa artinya pengharapan), pengharapan yang dimaksud yakni sebuah harapan untuk dapat terus maju dan berkembang serta tak hentinya berkreatifitas dalam mengembangkan karya-karya terbarunya. Teater yang kurang lebih berlangsung sekitar 2 jam ini merupakan wujud bukti kreatifitas sebagai prasyarat dari tugas akhir FBS (Fakultas Seni dan Budaya) yang melibatkan 2 kelas, yakni kelas G dan H pada mata kuliah PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) angkatan 2008 Universitas Negeri Yogyakarta.
Teater Adimoeka mengakui, untuk pengangkatan tema dan judul teater yang dipentaskan kali ini berasal dari sebuah naskah yang pernah ditulis oleh Ratna Sarumpaet. “Dengan judul yang sama dengan naskah tersebut,kami mengangkat realitas kehidupan yang seolah tak pernah henti ini kedalam sebuah teater ini,” ujar M. Ibrahim selaku sang Sutradara dalam pementasan teater Pelacur dan Sang Presiden.
Ia mengakui bahwasanya teruntuk tema yang sama sepertinya teater-teater yang sudah ada sebelumnya pun telah mampu mementaskan ke atas panggung, bahkan lebih-lebih pementasan itu digelar secara besar-besaran.
“Tetapi disini kami keputusan kami membawa nama antara pelacur dan presiden tampaknya belum ada yang berani, jadi kita coba saja untuk memberanikan mengangkat judul tersebut agar ada sesuatu yang baru di tema-tema teater yang sudah ada sebelumnya,” tambah Ibrahim.
Keberhasilan teater ini menyetting panggung menjadi dua ruang sekaligus, yakni tempat prostitusi dan penjara mampu dioptimalkan dengan baik. Ditambah dengan tata artistic serta pencahayaan diatas panggung yang diberikan terlihat sangat dinamis, dramatis dan mampu membuat suasana begitu serasi dengan kondisi adegan- peradegan.
Naskah yang intinya menjadi kritik sosial politik kepada pemerintah maupun kepada masyarakat yang cukup actual ini dibuat sekitar dua tahun yang lalu. Namun rasanya bial ditinjau lebih lanjut fenomena seperti ini masih cukup aktual untuk diangkat di masa sekarang ini. Pelacur dan Sang Presiden menceritakan tentang sosok seorang perempuan tangguh yang bernama Jamila. Di masa kecilnya dulu ketika berumur 2 tahun, dirinya dijual oleh sang ayah ke seseorang yang bernama Mucikari. Mengetahui hal tersebut, Ibu Jamila akhirnya memberanikan diri untuk kembali menculik Jamila dari tangan Mucikari dan menitipkannya kepada keluarga yang dikenalnya dan cukup terpandang. Ia adalah Bu Wardiman. Bu Wardiman yang kemudian menampung Jamila dan menyekolahkannya hingga besar. Namun seiring berjalannya waktu, terjadi sebuah konflik batin yang dialami oleh Bu Wardiman. Dirinya merasa telah dikhianati oleh suami dan anaknya yang ternyata telah menghamili Jamila.
Atas kejadian tersebut membuat Jamila harus membunuh suami dari Bu Wardiman dan anak laki-lakinya. Merasa dirimya sangat ketakutan, Jamilah akhirnya memutuskan untuk melarikan diri dari rumahnya. Keluar dari sebuah rumah yang membesarkannya dan sekaligus membuat hidupnya hancur ternyata tak lebih baik. Jamila bertemu dengan Bu Darno yang bekerja sebagai Germo. perjumpaannya dengan Bu Darno membuat Jamila menjadi aktivis perempuan di salah satu LSM dan observasi di Kalimantan. kondisi tersebut membuatnya memdapatkan koneksi dengan sejumlah para pejabat tinggi. Namun apa boleh buat, Jamila terjebak dalam lingkaran hitam yang membuatnya menjadi salah satu simpanan pejabat tersebut. Kesakithatian Jamila dengan pejabat yang telah mengkhianatinya tersebut harus membuat jamila kembali melakukan pembunuhan. kali ini, aksi Jamila tercium oleh pihak berwajib yang membuatnya terseret ke dalam jeruji penjara dan mendapatkan hukuman mati.
Secara garis besar memang inti dari ceritanya sama dengan naskah yang ditulis oleh Ratna Sarumpaet tersebut, hanya saja ada sedikit adaptasi yang mengharuskan naskah tidak sepenuhnya utuh sama akibat pertimbangan durasi pementasan teater tersebut.
Dewi yang memerankan tokoh Jamila sendiri mengatakan kesulitannya untuk memerani karakter Jamilah sebagai seorang pelacur yang secara kehidupan sehari-hari jelas berbeda dengan karakter yang dimiliki oleh dirinya.
“Awalnya memang ada kesulitan untuk mendalami karakter Jamilah ini, tapi mau gak mau saya dituntut harus bisa emndalami karakter itu. Karena tidak mudah untuk mendapatkan ekspresi tertawa sehabis itu langsung nangis dan lebih-lebih berekspresi layaknya orang stress,” ujarnya.
Ia bersyukur atas antusias para penonton yang begitu banyak memenuhi gedung pementasan, bahkan ada yang tidak bisa memasuki gedung pementasan tersebut.
“Alhamdulillah, apresiasi temen-temen semua sangat besar ya. Saya juga tidak mengira kalau penontonnya sampai sebanyak ini, dan semoga saja apa yang kita perjuangkan termasuk waktu untuk mengadakan teater ini mendapat hasil yang maksimal dan memuaskan,” tambahnya.
Pementasan teater ini dibawakan oleh teater Adimueka (yang dalam bahasa Jawa artinya pengharapan), pengharapan yang dimaksud yakni sebuah harapan untuk dapat terus maju dan berkembang serta tak hentinya berkreatifitas dalam mengembangkan karya-karya terbarunya. Teater yang kurang lebih berlangsung sekitar 2 jam ini merupakan wujud bukti kreatifitas sebagai prasyarat dari tugas akhir FBS (Fakultas Seni dan Budaya) yang melibatkan 2 kelas, yakni kelas G dan H pada mata kuliah PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) angkatan 2008 Universitas Negeri Yogyakarta.
Teater Adimoeka mengakui, untuk pengangkatan tema dan judul teater yang dipentaskan kali ini berasal dari sebuah naskah yang pernah ditulis oleh Ratna Sarumpaet. “Dengan judul yang sama dengan naskah tersebut,kami mengangkat realitas kehidupan yang seolah tak pernah henti ini kedalam sebuah teater ini,” ujar M. Ibrahim selaku sang Sutradara dalam pementasan teater Pelacur dan Sang Presiden.
Ia mengakui bahwasanya teruntuk tema yang sama sepertinya teater-teater yang sudah ada sebelumnya pun telah mampu mementaskan ke atas panggung, bahkan lebih-lebih pementasan itu digelar secara besar-besaran.
“Tetapi disini kami keputusan kami membawa nama antara pelacur dan presiden tampaknya belum ada yang berani, jadi kita coba saja untuk memberanikan mengangkat judul tersebut agar ada sesuatu yang baru di tema-tema teater yang sudah ada sebelumnya,” tambah Ibrahim.
Keberhasilan teater ini menyetting panggung menjadi dua ruang sekaligus, yakni tempat prostitusi dan penjara mampu dioptimalkan dengan baik. Ditambah dengan tata artistic serta pencahayaan diatas panggung yang diberikan terlihat sangat dinamis, dramatis dan mampu membuat suasana begitu serasi dengan kondisi adegan- peradegan.
Naskah yang intinya menjadi kritik sosial politik kepada pemerintah maupun kepada masyarakat yang cukup actual ini dibuat sekitar dua tahun yang lalu. Namun rasanya bial ditinjau lebih lanjut fenomena seperti ini masih cukup aktual untuk diangkat di masa sekarang ini. Pelacur dan Sang Presiden menceritakan tentang sosok seorang perempuan tangguh yang bernama Jamila. Di masa kecilnya dulu ketika berumur 2 tahun, dirinya dijual oleh sang ayah ke seseorang yang bernama Mucikari. Mengetahui hal tersebut, Ibu Jamila akhirnya memberanikan diri untuk kembali menculik Jamila dari tangan Mucikari dan menitipkannya kepada keluarga yang dikenalnya dan cukup terpandang. Ia adalah Bu Wardiman. Bu Wardiman yang kemudian menampung Jamila dan menyekolahkannya hingga besar. Namun seiring berjalannya waktu, terjadi sebuah konflik batin yang dialami oleh Bu Wardiman. Dirinya merasa telah dikhianati oleh suami dan anaknya yang ternyata telah menghamili Jamila.
Atas kejadian tersebut membuat Jamila harus membunuh suami dari Bu Wardiman dan anak laki-lakinya. Merasa dirimya sangat ketakutan, Jamilah akhirnya memutuskan untuk melarikan diri dari rumahnya. Keluar dari sebuah rumah yang membesarkannya dan sekaligus membuat hidupnya hancur ternyata tak lebih baik. Jamila bertemu dengan Bu Darno yang bekerja sebagai Germo. perjumpaannya dengan Bu Darno membuat Jamila menjadi aktivis perempuan di salah satu LSM dan observasi di Kalimantan. kondisi tersebut membuatnya memdapatkan koneksi dengan sejumlah para pejabat tinggi. Namun apa boleh buat, Jamila terjebak dalam lingkaran hitam yang membuatnya menjadi salah satu simpanan pejabat tersebut. Kesakithatian Jamila dengan pejabat yang telah mengkhianatinya tersebut harus membuat jamila kembali melakukan pembunuhan. kali ini, aksi Jamila tercium oleh pihak berwajib yang membuatnya terseret ke dalam jeruji penjara dan mendapatkan hukuman mati.
Secara garis besar memang inti dari ceritanya sama dengan naskah yang ditulis oleh Ratna Sarumpaet tersebut, hanya saja ada sedikit adaptasi yang mengharuskan naskah tidak sepenuhnya utuh sama akibat pertimbangan durasi pementasan teater tersebut.
Dewi yang memerankan tokoh Jamila sendiri mengatakan kesulitannya untuk memerani karakter Jamilah sebagai seorang pelacur yang secara kehidupan sehari-hari jelas berbeda dengan karakter yang dimiliki oleh dirinya.
“Awalnya memang ada kesulitan untuk mendalami karakter Jamilah ini, tapi mau gak mau saya dituntut harus bisa emndalami karakter itu. Karena tidak mudah untuk mendapatkan ekspresi tertawa sehabis itu langsung nangis dan lebih-lebih berekspresi layaknya orang stress,” ujarnya.
Ia bersyukur atas antusias para penonton yang begitu banyak memenuhi gedung pementasan, bahkan ada yang tidak bisa memasuki gedung pementasan tersebut.
“Alhamdulillah, apresiasi temen-temen semua sangat besar ya. Saya juga tidak mengira kalau penontonnya sampai sebanyak ini, dan semoga saja apa yang kita perjuangkan termasuk waktu untuk mengadakan teater ini mendapat hasil yang maksimal dan memuaskan,” tambahnya.
Laras Gilang Pamekar
153070347
0 komentar:
Posting Komentar